Minggu, 15 Juni 2014

Riview Novel: (Bukan) Salah Waktu


(Bukan) Salah Waktu karya Nastiti Denny, adalah sebuah Novel yang merupakan naskah terpilih sebagai pemenang dalam lomba yang bertema Wanita Dalam Cerita yang diadakan oleh penerbit Bentang Pustaka. 

Awalnya gue berencana bakal nyelesaiin baca novel tersebut dalam waktu seminggu, dengan pertimbangan baca sedikit demi sedikit biar bisa cerna isi didalamnya. Tapi, ternyata rencana gue gagal.
Konflik didalamnya memaksa gue untuk terus membaca hingga habis dalam waktu empat hari. Jauh lebih cepat dari perkiraan gue sebelumnya. Itu juga masih penasaran saat gue coba kasih jeda pas baca. 

Dari judul: (Bukan) Salah Waktu, menurut gue udah tepat. Apalagi dilengkapi dengan keterangan beberapa angka pada jam yang diurut tidak semestinya, tetapi berserakan diluar bulatan jam, seolah ingin menguatkan pernyataan pada judul bahwa bukan waktu lah yang salah. 

Dari segi penokohan, sanggup bikin gue membayang-bayang sosok yang diceritakan sama penulisnya. Terutama karena ciri-ciri yang disampaikan sangat rinci. Meskipun pada akhirnya tokoh Sekar kurang jelas siapa sesungguhnya orang tua kandungnya, karena dia sendiri diadopsi oleh mama angkatnya dari sebuah rumah sakit. Entah atas dasar alasan apa orang tua kandungnya juga tidak dideskripsikan sama penulisnya. Meskipun dalam hal ini adalah hak penulis seuntuhnya, mau dibawa kemana arah cerita yang ingin disampaikannya.  

Sementara Laras yang akhirnya pergi entah kemana, justru memberikan dampak baik terhadap Prabu karena berkas-berkas tentang Wira telah diserahkan semuanya. Apalagi setelah tau bahwa Wira adalah darah daging Prabu, yang dibuktikan melalui tes DNA. Seperti penuh rasa percaya, laras menyerahkan tanggung jawabnya sebagai ibu  untuk membmbing dan membesarkan Wira kepada Prabu. 

Dari segi setting, cukup jelas, yaitu bertempat di Jakarta.
Kemudian mengenai alur, yang dipakai adalah alaur maju mundur. Semua kejadian yang terjadi sebelumnya dicetak dengan huruf miring. 

Mengenai blurb, sebenarnya menurut gue terlalu menjelaskan isi secara keseluruhan, padahal  lebih menarik kalau misalnya pembaca membiarkan penasaran. Tapi menyangkut diksi yang ditulis pada blurb tersebut sangat menarik. 

Kekurangannya: tanpa daftar isi, dan setiap cerita hanya dipisahkan dengan menggunakan bagian satu, dua, dan seterusnya, tidak menunjukan konflik yang terjadi pada sebuah bab.
Kelebihannya: buaanyakk banget. Yang paling menonjol adalah Konfliknya. Karena pada dasarnya sebuah cerita dikatakan menarik karena adanya konflik. Kalau itu gak ada, yah, gak bagus. Dan gue temukan itu pada novel (Bukan) Salah Waktu. 

Menyangkut ending, Sekar akhirnya berdamai dengan keadaan, karena gak nyangka anak kecil yang pernah ditolongnya bernama Wira adalah anak Prabu sendiri yang lahir dari rahim Laras. Dan itu seolah menjadi alasan kuat bagi Sekar untuk berdamai dengan keadaan dengan memanfkan Prabu atas masa lalunya. 

Itu dulu yanag bisa ceritakan mengenai isi novel tersebut. Yang pasti, saat baca novel itu reaksi gue kesal, terharu, juga nangis. Tapi nangisnya gak kenceng sampai didengar sama tetangga, kok :)
Gue juga tenggelam sama cerita didalamnya. Walaupun gue sendiri belum nikah dan novel itu menceritakan tentang kehidupan orang yang sudah berrumah tangga. Pokoknya novel ini cocok buat ngisi kekosongan lo deh, dijamin gak nyesel.