Suasana kamar gue
sekarang memprihatinkan banget. Itu semua
karena kelakuan gue yang belakang ini
agak pikun.
Dalam kasus seperti ini
tentunya gak ada pihak yang mau disalahin selain marahin diri sendiri. Jadi setiap gue pulang kuliah, gue selalu nampar
pipi gue, pelan-pelan biar gak sakit.
Yah, padahal kalau dilihat dari usia gue masih tergolong setengah
tua. 22 tahun. Cukup untuk mengatasi masalah
kecil yang menimpa gue. Tapi ternyata
usia gak menjamin ingatan seseorang. Buktinya gue
selalu lupa ngunci jendela kamar gue sebelum gue ngampus. Alhasil pas gue
pulang bantal dan kasur gue yang kurang empuk basah kuyup karena kehujanan. Tragis. Itulah mengapa gue katakan suasana kamar gue
memprihatrinkan.
Oke fokus bray, fokus.
Gue disini bukan mau bahas tentang kamar gue, masalah
kamar-kamaran itu entar aja pas malam pertama. Mari kita simak kesan-kesan gue setelah
baca buku CANCUT MARUT-nya bang Edotz.
Jadi gini, ditengah sibuk- sibuknya ngerjain tugas kuliah
yang bakal dikumpul saat ujian semester nanti, gue sama teman gue Bayu (Admin
BE) sempet-sempetnya menginterogasi tentang keberadaan cancut marut-nya bang
Edots. Setelah dengar kabar bahwasanya
ternyata buku tersebut sudah ada di gramedia Banjarmasin. Guepun gak mau ketinggalan dan lansung menuju
tkp. Ternyata setelah gue cek ke sana,
gue menyusuri seluruh ruangan muka sampai belakang. Gak ketemu.
Setelah gue ngucapin abradakabra sebanyakaa tiga kali, Gue shok! Setelah tau bukunya berserakan dilantai dalam
keadaan tanpa busana. Seolah gak ada yang
mau tanggung jawab atas semua ini. Supaya
gue gak dilaporin ke polisi setempat gara-gara gue sebagai saksi terakhir yang
melihat keadaan itu, gue-pun segera menggendong beberapa buku tersebut dan menaruhnya ditempat yang layak.
Gak menunggu berapa lama, gue lansung ngambil salah satu
dari buku tersebut kemudian gue naruh dibalik baju gue, terus lansung pulang.
Eh, gak dink, gue bayar dulu kok.
Dari sekian banyak jumlah halaman
buku "Cancut Marut" bisa dipastikan kalau dalam waktu 24 jam bisa
rampung dibaca. Tapi tidak bagi
gue. Gue lebih memilih baca sedikit demi
sedikit. Meresapi setiap pesan absurd
yang tercantum disana. Dan akhirnya apa
yang gue dapat? Gue tertawa
terbahak-bahak.
Susah dipastikan tentang
apa “tepatnya” yang gue dapat dari sana, tentunya ada. Tapi gak mungkin gue bahas semuanya disini. Entar malah jadi buku Camncut Marut part dua. Yang pasti isinya sukses bikin gue gak galau,
bikin gue tersenyum, dan bikin gue kebelet pipis.
Dalam buku tersebut, ada bagian yang menceritakan tentang salah
satu fenomena yang terjadi dikontrakannya bang edotz, dimana terjadi
pertempuran yang sengit, dengan menggunakan "kancut" sebagai senjata pembunuhan
karakter secara perlahan. Sungguh fenomena
yang menggelikan. Beruntung hingga
sekarang gue gak pernah ngalamin kejadian yang serupa. Dan semoga kedepannya gak akan terjadi.
Ada juga bagian yang bikin gue ngerasa prihatin sama Bang
Edotz. Katanya, sinetron Indonesia hanya
milik orang ganteng. Tanpa mereka
berpikir itu semua hanya makin menyudutukan
tentang keberadaan orang gak ganteng. Dan
apa yang terjadi,? Orang gak ganteng lebih memilih ngupil dibanding nonton
sinetron. Kasian.
Pesan gue..
Bersabarlah Dotz… Jangan berkecil hati. Tetap semangat. Hidup
ini masih panjang. Meskipun pemeran
utama di setiap sinetron hanya orang- orang yang cakep. Jangan jadikan itu sebagai benteng yang
menghalangi dan menutup diri buat nonton sinetron. Sebagai fakir asmara yang baik hati dan
peduli lingkungan, gak banyak yang bisa gue perbuat selain berdoa semoga suatu
saat nanti lo bisa merasakan "sekali aja" jadi cowok yang ganteng. Kalau kesempatan itu gak pernah ada,
"terimalah kenyataan bahwa gak ganteng itu bagian dari kehidupan."
Dari sejumlah kejadian yang dibahas dalam Cancut Marut, ada
bagian yang bikin gue merasa terharu dan berbenah diri. Yah, tepatnya tiga halaman terakhir. Lembar- lembar sebelumnya gue baca lalu
tersenyum yang berujung ketawa.
Tapi ketika gue masuk pada halaman tersebut, gue terharu. Gue terharu akan semua pesan-pesan gaul yang terucap dari mulut seorang calon guru SD
yang gak pernah mersakan ganteng dari lahir sampai sekarang.
Sesama calon guru, gue ngerasa "gak" sia-sia ngeluarin duit
37 rebu buat beli Cancut Marut. Rasanya "terlalu
tega" bila gue harus mengatakan duit itu kenapa gue nggak gunakan buat hal yang
lebih penting lainnya. Sekali lagai gue katakan gue menikmati banget baca
Cancut marut.
Poin terakhir yang bikin gue salut adalah tentang mottonya
bang edotz. Katanya “Gak harus ganteng
untuk bisa berkarya”. Gue yakin, semua
orang gak ganteng yang tersebar diseluruh dunia akan mengatakan "Katamu adalah
sumber semangatku" bila membaca bagian tentang diri penulis dalam Cancut Marut tersebut.
Lo penasaran sama buku Cancut marut? gampang, segera kunjungi gramedia terdekat di kota anda dan pastinya bukan hanya kunjung, tapi beli.
Sekian dari gue.